Seringkali saat kita
sholat berjama’ah di Masjid kita jumpai beberapa anak kecil ikut sholat berjama’ah.
Ada beberapa Masjid yang mengatur posisi shaf anak-anak di belakang shaf orang
dewasa. Posisi shaf anak-anak yang dibelakang shaf orang dewasa ini ada yang
tepat di belakang shaf orang dewasa dan ada pula yang diberikan jarak beberapa
shaf kosong di belakang shaf orang dewasa. Di beberapa masjid anak-anak diselipkan
diantara shaf orang dewasa.
Untuk itu ada baiknya
kita simak ulasan dari Ustadz Ammi Nur Baits berikut,
sehingga sholat kita bisa lebih khusyu’ sekaligus bisa memberikan pendidikan
pada anak-anak yang ikut sholat berjama’ah bersama-sama kita.
Pertama, Ada 2 istilah terkait usia anak yang perlu kita kenal agar
bisa memahami kasus lebih sempurna:
[1]
Tamyiz
Usia
di mana anak sudah bisa membedakan antara yang baik dan yang buruk, bisa
membedakan antara yang bermanfaat dan yang membahayakan dirinya. Dia bisa
memahami shalat, dia tahu shalat itu tidak boleh kentut, tidak boleh lari-lari,
atau tolah-toleh. Dia tahu, najis tidak boleh disentuh, aurat harus ditutupi,
dst.
Indikator
usia tamyiz lebih bersifat psikologis, dan bukan indikator fisik. Umumnya, anak
menginjak usia tamyiz ketika berusia 7 tahun.
[2]
Baligh
Usia
di mana anak sudah mendapatkan beban syariat. Sehingga mereka berdosa ketika
meninggalkan perintah agama atau melanggar larangan agama. Indikator usia ini
adalah indikator fisik, untuk anak lelaki indikatornya mimpi basah – keluar
mani -, sementara untuk wanita ditandai dengan datangnya haid.
Usia
baligh sangat variatif, karena ada banyak faktor yang mempengaruhinya.
(Al-Mausu’ah
Al-Fiqhiyah, 7/157 – 160)
Kedua, Dilarang Memutus Shaf
Memutus
shaf dalam shalat hukumnya terlarang. Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam memberikan ancaman, rahmat untuk dirinya akan diputus. Dari Ibnu
Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
مَنْ
وَصَلَ صَفًّا وَصَلَهُ اللَّهُ وَمَنْ قَطَعَ صَفًّا قَطَعَهُ اللَّهُ عَزَّ
وَجَلَّ
Siapa
yang menyambung shaf, Allah akan menyambungnya dan siapa yang memutus shaf,
Allah Ta’ala akan memutusnya.
(HR. Nasai 827 dan dishahihkan al-Albani)
Al-Munawi
mengatakan,
ومن قطع صفا؛ بأن كان فيه فخرج منه لغير حاجة أو جاء إلى صف
وترك بينه وبين من بالصف فرجة بلا حاجة (قطعه الله) أي أبعده من ثوابه ومزيد رحمته
، إذ الجزاء من جنس العمل
“Siapa
yang memutus shaf”, bentuknya adalah ada orang yang keluar dari shaf tanpa
kebutuhan, atau dia masuk shaf sementara dia biarkan ada celah antara dia
dengan orang yang ada di sebelahnya, tanpa ada kebutuhan. “Allah akan
memutusnya” artinya, Allah akan menjauhkan dirinya dari pahala dan tambahan
rahmatnya. Karena balasan sejenis dengan amal. (Faidhul Qadir, 2/96).
Berdasarkan
keterangan al-Munawi, termasuk bentuk memutus shaf, ketika seseorang meletakkan
benda seperti tas atau sejenisnya di antara shaf. Termasuk juga mereka yang
tidak shalat berposisi di sela-sela shaf, seperti anak kecil yang belum paham
shalat. Merekalah anak kecil yang belum tamyiz.
Ketiga, Shalatnya anak tamyiz statusnya sah
Anak
kecil yang sudah tamyiz, shalatnya sah. Meskipun dia belum baligh. Karena batas
awal keabsahan ibadah adalah usia tamyiz dan bukan baligh. Untuk itulah, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada orang tua yang anaknya sudah sudah 7
tahun, agar mereka disuruh untuk shalat.
Dari
Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ
سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِينَ
“Perintahkan
anak kalian untuk shalat ketika mereka sudah berusia 7 tahun. Dan pukul mereka
(paksa) untuk shalat, ketika mereka berusia 10 tahun.” (HR. Abu Daud 495 dan dishahihkan al-Albani).
Anak
usia 7 tahun sudah diperintahkan untuk shalat menunjukkan bahwa shalat mereka
sah. Dan batasanya adalah mereka sudah tamyiz.
Dalil
lain yang menunjukkan bahwa shalat yang dikerjakan anak tamyiz statusnya sah
adalah hadis dari Amr bin Salamah radhiyallahu ‘anhuma, beliau
menceritakan,
كُنَّا بِحَاضِرٍ يَمُرُّ بِنَا النَّاسُ إِذَا أَتَوُا
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَكَانُوا إِذَا رَجَعُوا مَرُّوا
بِنَا، فَأَخْبَرُونَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
قَالَ: كَذَا وَكَذَا وَكُنْتُ غُلَامًا حَافِظًا فَحَفِظْتُ مِنْ ذَلِكَ قُرْآنًا
كَثِيرًا فَانْطَلَقَ أَبِي وَافِدًا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فِي نَفَرٍ مِنْ قَوْمِهِ فَعَلَّمَهُمُ الصَّلَاةَ، فَقَالَ:
«يَؤُمُّكُمْ أَقْرَؤُكُمْ» وَكُنْتُ أَقْرَأَهُمْ لِمَا كُنْتُ أَحْفَظُ
فَقَدَّمُونِي فَكُنْتُ أَؤُمُّهُمْ وَعَلَيَّ بُرْدَةٌ لِي صَغِيرَةٌ صَفْرَاءُ…،
فَكُنْتُ أَؤُمُّهُمْ وَأَنَا ابْنُ سَبْعِ سِنِينَ أَوْ ثَمَانِ سِنِينَ
“Kami tinggal di kampung yang dilewati para
sahabat ketika mereka hendak bertemu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
di Madinah. Sepulang mereka dari Madinah, mereka melewati kampung kami. Mereka
mengabarkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
demikian dan demikian. Ketika itu, saya adalah seorang anak yang cepat
menghafal, sehingga aku bisa menghafal banyak ayat Al-Quran dari para sahabat
yang lewat. Sampai akhirnya, ayahku datang menghadap Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersama masyarakatnya, dan beliau mengajari mereka tata
cara shalat. Beliau bersabda, “Yang menjadi imam adalah yang paling banyak
hafalan qurannya.” Sementara Aku (Amr bin Salamah) adalah orang yang
paling banyak hafalannya, karena aku sering menghafal. Sehingga mereka
menyuruhku untuk menjadi imam. Akupun mengimami mereka dengan memakai pakaian
kecil milikku yang berwarna kuning…, aku mengimami mereka ketika aku berusia 7
tahun atau 8 tahun.” (HR. Bukhari 4302 dan Abu Daud 585).
Amr
bin Salamah ketika jadi imam, usianya sekitar 7 tahun. Dan itu direstui oleh
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sementara makmumnya orang dewasa.
Menunjukkan bahwa shalat yang dikerjakan Amr bin Salamah statusnya sah.
Keempat, posisi shaf anak kecil yang sudah tamyiz
Karena
anak kecil yang tamyiz shalatnya sah, maka dia boleh shalat jamaah di posisi
shaf orang dewasa. Dan tidak terhitung memutus shaf.
Anas
menceritakan pengalamannya ketika shalat sunah di rumahnya bersama Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam,
فَقُمْتُ إِلَى حَصِيرٍ لَنَا قَدِ اسْوَدَّ مِنْ طُولِ مَا
لُبِسَ، فَنَضَحْتُهُ بِمَاءٍ، فَقَامَ عَلَيْهِ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَصَفَفْتُ أَنَا وَاليَتِيمُ وَرَاءَهُ، وَالعَجُوزُ مِنْ
وَرَائِنَا، فَصَلَّى لَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ انْصَرَفَ
Akupun
menggelar tikar kami yang sudah menghitam karena sudah lama dipakai, kemudian
aku perciki dengan air. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri
menjadi imam dan saya membuat shaf bersama seorang anak yatim di belakang
beliau. Dan ada nenek di belakang kami. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam mengimami kami shalat 2 rakaat, dan salam. (HR. Bukhari 373 &
Muslim 1531).
Anas
bin Malik radhiyallahu ‘anhu membuat shaf bersama anak yatim. Dan pengertian
yatim adalah mereka yang ditinggal mati ayahnya sebelum masa baligh.
Kemungkinan besar, anak yatim ini sudah tamyiz.
Kelima, anak yang belum tamyiz
Anak
yang belum tamyim, belum bisa memahami shalat. Terkadang dia tolah toleh, dia
ngentut diam saja, atau banyak gerak. Sehingga anak yang belum tamyiz,
shalatnya batal. Untuk itu, anak belum tamyiz tidak boleh diposisikan di
sela-sela shaf. Karena jika diposisikan di sela-sela shaf, dia akan memutus
shaf.
Di mana mereka harus diposisikan?
Yang
lebih baik tetap didampingi orang tuanya dan tidak ditaruh di belakang. Karena
biasanya anak akan bermain bersama anak-anak lainnya yang seusianya dan itu semakin mengganggu.
Anak belum tamyiz bisa diposisikan di ujung shaf, didampingi orang tuanya. Dia
tidak memutus shaf, karena berada di ujung, tetap terjaga dengan aman, dan bisa
mengikuti shalat bersama orang tuanya.
As-Syaukani
mengatakan,
أن الصبي يسد الجناح
“Anak
kecil (yang belum tamyiz) menutup celah ujung shaf.” (Nailul Authar, 3/95).
Sumber: https://konsultasisyariah.com/
Semoga Sholat kita menjadi lebih baik...
0 komentar:
Posting Komentar